TIMES SUBANG, JAKARTA – Juru bicara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Stephane Dujarric, pada hari Jumat (22/8/2025) menyatakan bahwa setelah delapan tahun terjadi perpindahan massal warga Rohingya dari Negara Bagian Rakhine di Myanmar, kondisi yang mereka hadapi justru semakin memburuk, baik di dalam negeri maupun di tempat pengasingan.
"Delapan tahun sejak perpindahan massal paksa dari negara bagian Rakhine, orang -orang Rohingya di dalam dan di luar Myanmar menghadapi kerusakan lebih lanjut dari keadaan mereka yang sudah mengerikan," kata Dujarric.
Dia menjelaskan bahwa eskalasi kekerasan telah memicu semakin banyak warga Rohingya yang mengungsi, dengan sebagian besar mencari perlindungan ke Bangladesh, negara yang sudah menampung lebih dari 1,1 juta pengungsi dari Myanmar.
Dujarric juga memperingatkan bahwa laporan mengenai penolakan, pemulangan paksa, dan deportasi di berbagai wilayah menimbulkan kekhawatiran serius terkait potensi pelanggaran prinsip non-refoulement (larangan pemulangan paksa), serta semakin menyempitnya ruang aman bagi para pencari suaka.
Selain itu, keterbatasan pendanaan secara drastis mengurangi akses pengungsi Rohingya terhadap layanan pendidikan, bantuan pangan, layanan kesehatan, mata pencaharian, dan layanan perlindungan.
Dujarric menekankan bahwa Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menegaskan kembali seruannya untuk perlindungan terhadap semua warga sipil sesuai dengan kewajiban yang diatur dalam hukum hak asasi manusia, hukum humaniter, dan hukum pengungsi internasional.
Dujarric menambahkan bahwa Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Myanmar sedang melibatkan semua pihak terkait guna menghentikan kekerasan dan berupaya mendorong proses politik yang layak dan dipimpin oleh Myanmar yang memungkinkan kepulangan Rohingya secara sukarela, aman, bermartabat, dan berkelanjutan.
Saat kunjungannya ke Cox's Bazar awal tahun ini, Guterres menyaksikan langsung ketahanan komunitas Rohingya, dan menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk memperkuat solidaritas internasional dan peningkatan dukungan.
Guterres menambahkan bahwa langkah-langkah tersebut harus disertai dengan solusi politik yang menyeluruh, yang melibatkan secara penuh komunitas Rohingya serta menangani masalah pengungsian dan akar penyebab krisis yang berkepanjangan.
Guterres juga berharap konferensi tingkat tinggi mengenai Rohingya dan minoritas lainnya, yang akan diselenggarakan pada 30 September di Markas Besar PBB New York, dapat membantu memfokuskan kembali perhatian global pada kebutuhan mendesak akan solusi yang berkelanjutan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Kondisi Krisis Kemanusiaan Rohingya Terus Memburuk, PBB Serukan Solusi Berkelanjutan
Pewarta | : Antara |
Editor | : Faizal R Arief |